Senin, 19 September 2011

RESENSI BUKU

Generasi Unggul dengan Otak Tengah 

 Sumber: Jawa Pos, Minggu, 14 Maret 2010

Judul Buku: Dahsyatnya Otak Tengah
Peresensi:Adi Baskoro
Penulis: Hartono Sangkanparan
Penerbit : Visimedia
Tebal: xvi 148 halaman

AKTIVASI otak tengah adalah fenomena baru di Indonesia. Kurang lebih enam bulan lalu, aktivasi otak tengah untuk anak usia lima hingga lima belas tahun mulai meramaikan workshop edukasi dan perkembangan otak anak. Inikah cara instan menjadikan anak Anda genius dan “hebat”?

Di Malaysia, otak tengah dikenal sejak lima tahun lalu. Bahkan oleh pemerintah Malaysia, aktivasi otak tengah langsung direspons positif, terkait pengembangan pendidikan anak-anak. Sedangkan di Indonesia, aktivasi otak tengah dikenalkan David Ting dari negeri jiran.
Sementara di Jepang, sudah lebih dari 40 tahun silam aktivasi otak tengah telah teruji dan terbukti. Namun, Negeri Sakura itu tidak membuka rahasia teknik aktivasi ke publik di luar Jepang.
Pembedaan adanya otak kiri dan otak kanan umum kita kenal. Otak kiri dikenal berperan pada logika, pembelajaran bahasa, angka, tulisan, dan hitungan. Sedangkan otak kanan berperan pada daya kreativitas, imajinasi, dan lainnya. Nah, otak tengah (mesencephalon) berfungsi sebagai jembatan penghubung antara otak kanan dan otak kiri. Selain itu, otak tengah berfungsi sebagai keseimbangan.
Otak tengah juga diyakini sebagai perkembangan pertama dalam pertumbuhan janin. Otak tengah adalah bagian terkecil dari otak yang berfungsi seperti stasiun relai untuk informasi pendengaran dan penglihatan. Otak tengah juga berperan untuk meningkatkan kemampuan mengasihi orang lain.
Otak tengah tidak saja bisa diaktifkan secara “manual”, tapi juga aktif secara alami. Orang-orang yang otak tengahnya aktif secara alami biasanya disebut orang-orang dengan kemampuan luar biasa. Misalnya, tunalnetra yang bisa “melihat” dimungkinkan otak tengahnya aktif secara alami.
Otak tengah sudah lama masuk ranah penelitian medis kedokteran. Penelitian otak tengah berhubungan dengan frekuensi gelombang otak (alpha hingga tetha) yang dikenal bisa mengondisi tubuh manusia menjadi rileks dan nyaman.
Sesuai penamaan, otak tengah terletak di posisi tengah di antara otak kiri dan kanan. Otak tengah mendominasi perkembangan otak secara keseluruhan. Di dalam kandungan, ukuran otak tengah, jika dibandingkan dengan bagian otak lain, paling dominan. Bahkan, bayi dalam kandungan diduga dapat melihat keluar rahim ibunya lewat perantara otak tengah (hlm 79-80).
Metode mengaktifkan otak tengah oleh GMC (Genius Mind Consultancy) itu dilakukan dengan komputerisasi, bermain, dan mendengarkan suara. Penulis buku ini meyakini keberhasilan pengaktifannya hingga 90 persen.
Dalam buku ini, Hartono menyebutkan, bila otak tengah telah diaktifkan, daya konsentrasi akan meningkat, kemampuan fisik dalam olahraga akan berkembang, otak kanan dan kiri lebih seimbang, ada keseimbangan hormon, serta daya intuisi meningkat. Terkait mental anak, manfaat secara umum otak tengah, anak yang hiperaktif bisa duduk dengan tenang. Anak yang diam menjadi lebih aktif.
Efek-efek yang ditimbulkan setelah otak tengah diaktifkan bermacam-macam dan masing-masing anak tidak dapat disamakan. Misalnya, ada yang dominan dengan intuisinya, seperti bisa memprediksi kejadian masa mendatang, membaca warna dengan mata tertutup, dan sebagainya.
Ada efek “ajaib” yang ditimbulkan setelah otak tengah anak diaktifkan. Salah satunya bisa mendeteksi penyakit, menerima sinyal firasat, menebak kartu, mewarnai tanpa melihat, dan lainnya. Namun, efek di sini tidak dimaksudkan untuk mengarahkan anak menjadi pesulap atau cenayang. Sekali lagi metode tutup mata dimaksudkan untuk melatih otak tengah yang telah diaktifkan agar tidak tertidur lagi.
Hanya, mengapa otak tengah tidak diaktifkan saat usia anak 0 hingga 5 tahun atau di atas usia 15 tahun, tidak dijelaskan secara rinci. Hartono (penulis buku ini) mengatakan bahwa sangat mungkin setelah usia 15 tahun, otak tengah akan sulit diaktifkan.
Dalam buku ini juga tidak dipaparkan bagaimana cara mengaktifkan otak tengah secara khusus dan detail untuk mendapatkan gambaran yang terang. Untuk menutupi kekurangan itu, Hartono coba menunjukkan secara audiovisual lewat video penyerta dan alamat-alamat website pendukung informasi otak tengah. Dalam video tersebut, didokumentasikan demo anak-anak yang telah diaktifkan otak tengahnya. Selain itu, video penyerta berisi wawancara dan testimoni dari orang tua yang otak tengah anak-anaknya diaktifkan.
Informasi dalam buku ini menambah terobosan baru yang bersinggungan dengan dunia edukasi dan perkembangan kecerdasan anak. Namun, biaya aktivasi otak tengah yang relatif mahal bisa menjadi kendala di kalangan masyarakat menengah-bawah. Nah, semestinya, hasil penelitian yang sudah teruji dan terbukti itu direspons pemerintah, baik melalui departemen pendidikan nasional maupun dinas kesehatan.

Kisah Hidup Sang Pengacara Bijak 

Sumber: Kompas, 17 Juni 2011
Judul   : Samuel Leibowitz: Pengacara Kaum Tertindas
Peresensi: Arif Syam
Pengarang  : Fred D. Pasley
Penerjemah  : Nisrina Lubis
Tahun   : 2010
Penerbit  : Navila Yogyakarta
Tebal   : xvi + 292 halaman


Samuel Leibowitz, sang pengacara kaum tertindas ini, jelas memiliki nama yang cukup tenar di kalangan pengacara di berbagai belahan dunia. Ia bahkan tercatat sebagai salah satu pengacara yang turut serta menegakkan tonggak hukum di Amerika Serikat.
Nama Leibowitz mulai mencuat di seantero Amerika setelah dia sukses membebaskan sembilan pemuda kulit hitam dari kursi listrik. Kala itu, sembilan pemuda kulit hitam tersebut divonis telah memperkosa dua orang perempuan kulit putih dan harus dihukum mati, hanya dengan tiga hari masa proses persidangan. Tak ayal keputusan ini pun menuai protes dari berbagai pihak, termasuk sebagian orang kulit putih. Banyak tokoh nasional Amerika kala itu pun mengajukan petisi, salah satunya Albert Einstein.
Sidang ulang pun digelar dan Leibowitz, diminta untuk membela sembilan pemuda tadi. Leibowitz tidak langsung menerima tawaran tersebut. Dia masih memeriksa terlebih dulu berkas-berkas persidangan, karena dia tidak mau membela orang yang memang bersalah. Setelah mempelajari berkas-berkas tersebut dia pun memutuskan untuk bersedia menjadi pembela tanpa meminta bayaran sedikitpun.
Sepak terjang Leibowitz tersebut secara gamblang mengatakan bahwa slogan justice for all telah benar-benar dipraktikkan oleh pengacara keturunan Yahudi tersebut. Sikap Leibowitz itu tentu bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan di Amerika era tahun 1930-an, di mana sentimen rasial masih sangat kental. Tidak berlebihan jika kemudian Fred D. Pasley, penulis buku-buku biografi di Amerika, tergerak untuk meneliti pengacara kondang era 1930-an tersebut dan mengisahkannya dalam buku setebal 292 halaman ini.
Dengan bahasa yang mengalir, buku yang berjudul Samuel Leibowitz: pengacara kaum tertindas ini mengisahkan berbagai sepak terjang Leibowitz selama dia menjadi pengacara. Dikisahkan bahwa Leibowitz bukan sekedar tenar dan kontroversial, tetapi juga terbilang pengacara yang memiliki prestasi yang cukup memukau. Betapa tidak, terhitung Leibowitz berhasil membebaskan 77 orang dari hukuman mati dari 78 orang yang dibelanya. Tak ayal dia pun menjadi pengacara yang cukup mahal di New York pada waktu itu, yaitu dengan tarif minimal US$ 10.000.
Namun, kenyataan tersebut bukan lantas berarti Leibowitz itu pengacara mata duitan. Leibowitz pernah dihadapkan dengan dua kasus dalam waktu yang bersamaan, yaitu Al Capone seorang gembong mafia yang berani membayar US$ 100.000 dan si malang Herry Hoffman yang sama sekali tidak punya uang untuk  membayar. Alhasil Leibowitz ternyata lebih memilih untuk membela seorang Herry Hoffman. Sikap Leibowitz tadi agaknya cukup sulit untuk dijumpai di bumi pertiwi ini. Akhirnya, di tengah kondisi carut marut hukum di Indonesia—kasus Antasari Azhar yang masih belum jelas sampai saat ini, nenek Minah yang dipenjara hanya karena mencuri tiga buah kakau, koroptor yang bebas berkeliaran, dan lain sebagainya—kehadiran buku ini telah memberi kontribusi yang besar. Semangat mempertahankan prinsip justice for all oleh Leibowitz di sepanjang kisah hidupnya dalam buku ini tentu sangat cukup untuk menginspirasi masyarakat Indonesia, khususnya kalangan pengacara.




Judul : Warriors #1 : Into The Wild
Peresensi: Truly Rudiono
Penulis  : Erin Hunter
Penerjemah : Yunita Candra S
Penyunting : Ari Nilandari
Halaman: 346

Di musim pohon telanjang, hutan bisa menjadi kejam di malam hari. Klan akan menuntut kesetiaan yang tinggi dan  kerja keras. ……. Tetapi imbalannya besar. Kau akan tetap menjadi kucing jantan. Kau akan dilatih dengan cara alam liar. Kau akan belajar menjadi kucing sejati….
Hanya api yang bisa menyelamatkan klan kita
Rusty hanyalah sekor kucing rumahan biasa saja, pada mulanya. Apa lagi yang dicari dalam hidup ini. Pemiliknya sangat  menyayanginya. Semua kebutuhannya pasti terpenuhi. Ia hidup dalam kemewahan dan kenyaman. Suatu  bau tajam hutan sehabis hujan menggoda dirinya. Baunya  tercium lebih segar. Ia tergoda untuk  melihat-lihat hutan yang berada tak jauh dari rumah pemiliknya
Di pinggir hutan ia bertemu dengan beberapa kucing liar. Sebuah pertemuan singkat namun mampu mengubah seluruh hidupnya. Ternyata di dalam hutan tendapat beberapa klan kucing liar. Mereka hidup dengan saling menghormati berdasarkan kode etik yang berlaku.
Setiap kucing dalam klan ingin menjadi warrior, pejuang guna mempertahankan klannya. Sepertinya sebuah kehidupan yang menarik. Bagi mereka, Rusty hanya seekor kucing lemah peliharaan si kakidua, sebutan mereka untuk manusia. Rusty seakan menemukan sesuatu yang menarik dibandingkan dunia nyamannya yang cenderung terlihat membosankan dibandingkan kehidupan para kucing liar.
Apa lagi para kucing liar yang berasal dari klan ThunderClan menjamin ia tetap menjadi kucing jantan, karena ia tak akan dibawa ke dokter hewan. Rusty  Mendadak teringat  salah satu temannya yang menjadi gendut dan malas sejak kunjungannya ke dokter hewan. Bukan kehidupan yang diinginkan oleh Rusty harus memutuskan  apakah ia akan menerima ajakan untuk bergabung di  ThunderClan dan hidup sebagai kucing liar di alam bebas dengan mengikuti segala peraturan yang berlaku di klannya. Atau ia memilih melupakan ajakan mereka dan hidup damai sebagai peliharaan kakidua, serta menjadi gemuk sejak dibawa ke dokter hewan!
Bisa ditebak bagaimana keputusan Rusty
Seperti saya yang meninggalkan zona nyaman untuk mendapatkan sesuatu yang lebih berarti, Rusty juga meninggalkan kehidupan nyamannya.  Perjuangannya untuk diterima sebagai anggota klan tidaklah mudah, apalagi mengingat latar belakang  sebagai kucing rumahan. Rusty juga harus membuktikan ia layak menjadi salah satu warrrior.  Mulai saat itu hingga ia menyelesaikan pendidikannya, Rusty akan dipanggil dengan nama Firepaw, guna menghormati warnanya yang seperti api
Tingkah polah kucing yang biasanya kita temui justru tidak ada dalam buku ini. Tidak ada kucing yang bermanja-manja, menjemur diri  seharian di panas matahari  atau hanya duduk manis di pangkuan pemiliknya. Yang ada justru kucing-kucing gesit yang berlatih perang, berburu makanan dan menjaga daerah kekuasaan klannya. Duh di dunia kucing juga ada perebutan kekuasaan layaknya manusia.
Ternyata menjadi warrior bukan hanya urusan mengadu kekuatan otot  dan keberanian saja, keterampilan otak juga diperlukan. Firepaw sekarang berlatih bersama Graypaw dan  Revenpaw. Kebersamaan saat latihan membuat  mereka  menjalin persahabatan.
Tidak semua kisah yang ada melulu soal perkelahian atau pelatihan menjadi warrior. Ada kisah persahabatan, setia kawan tentunya rasa kesal. Misalnya saja saat Firepaw dihukum harus mengurus Yellofang seekor kucing  dari klan lain yang sedang ditampung.  Perkerjaan yang tak mudah ternyata. Kenyataannya Yellowfang membutuhkan bantuan untuk mengurus dirinya yang luka, namun ia terlalu gengsi untuk mengakuinya. Sikap ini sering membuat Firepaw kesal. ” Kau hanya perlu terbiasa diurus hingga kau cukup sehat untuk mengurus dirimu sendiri, karung-tulang-tua-pemarah! Seru  Firepaw saat amarahnya tak tertahankan.
Para klan terlihat hidup rukun berdampingan .
Tapi……………,
Tetap saja ada yang ingin mengganggu ketertiban tatanan hidup klan-klan yang ada. Selalu saja ada perusuh diantara mereka yang hidup berdampingan dengan tertib. Ada yang menghancurkan sebuah klan dan berusaha menghancurkan yang lain. Ada penyusup diantara mereka. Fitnah bertebaran seiring hembusan angin. Suasana nyaman berubah menjadi mencekam.
Ini merupakan kesempatan bagi Firepaw dan para sahabatnyan untuk   membuktikan kesetiaan mereka, tentunya sambil menyelesaikan pendidikannya. Ia dan para sahabat harus membantu anggota klain yang lain untuk berburu makanan, menjaga wilayah serta tak ketinggalan menjaga anak-anak kucing yang masih sangat kecil.
Sekedar saran, sebelum membaca tuntas cerita dalam buku ini, sebaiknya memahami dulu aneka istilah yang ada. Lalu mengenal tokoh-tokoh yang ada dalam daftar klan, telusuri peta yang ada. Dengan memahami semuanya kita akan lebih menghayati kisah yang ada. Suasana pertempuran lebih mudah dipahami sehingga ketegangan kian memicu adrenalin. SERU!
Secara keseluruhan buku ini memang layak dibaca untuk  segala usia. Walau terus terang saya penasaran, kenapa kata Warrior tidak diterjemahkan menjadi prajurit? Apakah takut mengurangi kesan sangar. Penggunaan kata klan juga tetap digunakan dalam buku ini. Bagi saya, kata suku mungkin malah memberikan kesan kehidupan yang lebih kompleks.
Kucing sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak  6.000 tahun SM. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya  kerangka kucing di  Pulau Siprus. Orang Mesir Kunodari 3.500 SM telah menggunakan kucing untuk menjauhkan tikus dan sejenisnya darilumbung. Orang Mesir kuno menganggap kucing sebagai penjelmaan Dewi Bast , juga dikenal sebagai Bastet atau Thet. Hukuman untuk membunuh kucing adalah mati, dan jika ada kucing yang mati kadang dimumikan seperti halnya manusia.
Seiring perkembangan zaman, jumlah kucing ras  atau kucing yang garis keturunannya murini hanyalah 1 % Contohnya persia, siam, manx, sphinx.  Dalam perhitungan tahun Vietnam, kucing juga mendapat jatah tahun.
Dalam buku ini kucing benar-benar digambarkan sebagai “karnivora yang sempurna” dengan gigi dan saluran pencernaan yang khusus. Sepasang taring di setiap sisi mulut layaknya gunting atau pisau tajam berguna untuk merobek daging mangsanya.  Tengok saja bagaimana   cara kucing makan, berburu. Atau bagaimana mereka melukai musuh saat terjadi perkelahian.
Kucing biasanya dapat membentuk koloni  liar tetapi tidak menyerang dalam kelompok seperti singa. Setiap kucing memiliki daerahnya dan selalu terdapat daerah “netral” dimana para kucing dapat saling mengawasi atau bertemu tanpa adanya konflik. Dalam kisah ini, daerah netral serta bertemu tanpa adanya konflik, adalah  pertemuan yang dilakukan setiap satu bulan sekali.
Kucing termasuk hewan yang bersih. Mereka sering merawat diri dengan menjilati rambut mereka. Kadang kala kucing memuntahkanhairball atau gulungan rambut yang terkumpul di dalam perut mereka.Kucing dapat menyimpan energi dengan cara tidur lebih sering ketimbang hewan lain. Lamanya   antara 12-16 jam per hari, namun ada juga yang tidur selama 20 jam.
Kisah ini dibuat oleh sang tukang cerita, Erin Hunter,  sebagai wujud kecintaannya kepada kucing. Tak heran jika penggambarannya sangat terinci. Khusus untuk seri ini ada 6 buku yaitu:
1.   Into the Wild
2.   Fire and Ice
3.   Forest of Secrets
4.   Rising Storm
5.   A Dangerous Path
6.   The Darkest Hour


Tidak ada komentar:

Posting Komentar