Kamis, 25 Agustus 2011

CERPEN


Diary Bilingual 1
            Pagi itu merupakan hari yang biasa bagiku. Ya mungkin karena tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu, namanya juga manusia biasa nda bisa meramal (kecuali kalau aku itu peramal!!) Sebenarnya hari itu kami yang pada waktu itu 7 Bilingual 1 tidak belajar. Mengapa? Ya itu yang jadi ceritanya.
            Bel sekolah baru saja berbunyi dan murid – murid masuk ke kelasnya, menunggu guru yang waktu itu masih baru bagi kami. Kami baru saja di terima sebagai siswa dan siswi atau aliasnya murid di SMP Negeri 2 Samarinda yang tersayang. Saat menunggu guru yang akan masuk hari itu, tiba – tiba terdapat pengumuman. “Semua ketua kelas, wakil ketua kelas, sekretaris kelas, dan bendahara segera berkumpul di depan meja piket”.
            Begitu  pengumuman selesai di umumkan, ketua kelas kami yaitu Penta dan kawan – kawannya langsung menuju meja piket. Tidak lama kemudian, datanglah ke – empat manusia itu dengan tatapan senang dan bahagia. Kami pun bertanya “ Tadi ngapain di sana?”. Salah satu dari ke – empat manusia itu menjawab dengan mulut yang tersenyum bahagia “ kita di suruh pergi ke SMP 4”. Akhirnya jawaban dari muka bahagia mereka sudah terjawab, mereka tidak mengikuti pelajaran di hari itu.
            Ketika salah satu dari mereka menjawab pertanyaan kami, yang lain cepat – cepat mengemas barang mereka. Dan selesai menjawab pertanyaan kami, yang lain telah selesai mengemas barang mereka dan menunggu dirinya. Setelah semua selesai mengemas barang mereka, bergegaslah empat manusia bermuka bahagia itu keluar dari kelas kami.
            Setelah mereka keluar dengan wajah yang senang, kami kembali menunggu guru yang akan mengajar. Kami menunggu lama sekali, sampai akhirnya kami pun bermain ria di dalam kelas. Berteriak – riakan, mengobrol, tertawa hingga ada pun yang bermain bola di luar kelas. Tidak ada satu pun guru yang menegur. Jangankan menegur, Guru yang lewat saja tidak ada.
Sedangkan saya sendiri mengobrol dengan ketiga teman baru saya di sekolah yang baru. Yaitu, Eliza Nurhidayati atau biasa di kenal dengan panggilan Eliza. Anaknya baik tapi agak sensitif. Walaupun ia sensitif, ia juga terkenal dengan sikap pelawaknya. Ia juga mempunyai sifat yang seperti paling dewasa dari kami berempat. Terkadang ia bisa juga curhat kepada kami tentang masalahnya di rumah. Yang kedua adalah Ismi Masyithah, kami memanggilnya Ismi. Yang satu ini agak berbeda dengan orang kebanyakan, orang ini sangat pendiam. Adapun saya pertama kali mengenalnya, saya menanyakan namanya, ia pun menjawab dengan suara yang kecil “Ismi”. Saya yang sok langsung mengatakan “oh yang Ismi Ajeng itu kah?” Padahal saya sendiri juga tidak tahu siapa itu Ismi Ajeng. Ia membalas dengan volume suara yang sama kecilnya “Bukan, aku Ismi Masyithah”. Dan satu lagi yang saya tahu tentang anak ini, orangnya pintar banget berbeda banget sama aku. Setiap harinya ia cuma belajar, belajar dan belajar. Saya hanya berpikir “nda stress apa ya ini anak??”. Dan yang ketiga adalah Syelynn Arifin. Karena wajahnya yang bisa di bilang agak tua kaya keriput – keriput gitu, kami memanggilnya dengan sebutan “NENEK”. Yang satu ini memang saya sudah kenal lama sebab kami sudah berteman dari kelas satu SD. Waktu kelas satu SD, saya pernah memegang matanya. Tidak lama kemudian, ia berangkat ke Singapura untuk operasi matanya. Waktu itu saya sangat takut. Saya mengira bahwa matanya di operasi karena saya memegang matanya. Ternyata, karena matanya kemasukan bulu mata. Dan tidak hanya di kelas satu kami bertemu. Waktu kelas dua SD, saya sudah berjanji dengan salah satu teman saya atau hubungan kami berdua bisa di bilang sahabat. Janji saya adalah “nanti waktu kelas dua kita duduk sebangku ya”. Sebenarnya saya sempat duduk sebangku dengan sahabat saya ini selama satu jam sebelum ia di pindahkan ke belakang dan di tukar oleh Syelynn. Syelynn yang waktu itu sudah memakai kacamata di suruh guru kami duduk di paling depan bersama saya agar ia dapat melihat papan tulis. Sebenarnya waktu itu saya tidak ada perasaan marah atau sebal sama sekali sama dia, cuma ingin bercerita tentang hubungan saya dengan Syelynn si nenek.
Kami berempat mengobrol sekedar untuk mengenal satu sama lain dan juga mencari teman yang baru di sekolah baru. Sedangkan yang bermain bola adalah bubuhan anak laki – laki. Bicara tentang bermain bola, ada peristiwa memalukan dari salah satu murid di kelas ini. Namanya Rizali Aulia Rahman atau biasa di panggil Zali. Waktu itu ia bermain bola bersama bubuhan laki – lakinya, tetapi ketika hendak menendang bola ia sempat terpeleset. Lalu bubuhan laki – lakinya langsung mengolok – ngoloknya. Misalnya Penta, ia langsung berkata dengan nada mengejek “Main bola nda pake kepleset” langsung bubuhan cowoknya tertawa. Saya pun yang waktu itu juga melihat peristiwa itu juga tertawa.
Yang lain yang sedang tertawa ria dengan sebangkunya tidak lain Aliya dan Dwi. Mereka berdua sepertinya memang sehati. Aliya Wardhani yang kerap di panggil Aw ini suka banget sama Michael Jackson waktu itu. Dwi Hening Primantari yang kami panggil Dwi ini juga sepertinya suka sama Michael Jackson pada waktu itu. Sehingga kebanyakan yang saya dengar ketika bertemu mereka hanya tentang Michael Jackson “The King of Pop” beserta lagu – lagunya.
Ributnya kelas itu sempat terhenti karena adanya tugas dari salah satu guru kami. Tetapi hal itu berlanjut kembali, karena kami mengerjakan tugas sambil mengobrol dan bertanya jawaban ke yang lain. Ada pun murid yang mengerjakan tugasnya di luar kelas. Misalnya, Ridha Herwidia Zaman atau aliasnya Ridha. Murid yang paling muda di kelas kami ini memang terkenal dengan karakternya yang cuek dan santai. Walaupun ia paling muda, ia paling tegas dalam menanggapi suatu persoalan.
            Yang lainnya misalnya Fahreza Gazali Rahim. Panggilannya Eza. Anak yang satu ini anak paling gokil di kelas kami. Mungkin dapat di bilang ia biang keroknya keributan. Sikapnya yang friendly itu membuat ia mudah cocok dengan yang lainnya. Tetapi ada kalanya ia di ejek juga. Ia paling sering di jodohkan dengan Clara. Clara, nama yang panggilan dan nama panjangnya sama yaitu “Clara”. Ia salah satu keturunan suku Batak. Saya mengejeknya dengan nama Clara Klin Klon. Soalnya nama facebooknya waktu itu adalah Clara Clinton. Banyak nama ejekan lainnya untuk Clara antara lain, item, kosong, imut atau aliasnya “item mutlak”.
Di tengah keributan dalam mengerjakan tugas, terjadi salah satu insiden yaitu April berkelahi dengan Bagus. Hal ini terjadi karena Bagus mengolok April hingga menangis. Mereka berkelahi di luar kelas kami. Setelah April menangis, si Bagus langsung masuk ke kelas dengan dahi yang mengerut dan duduk mengerjakan tugasnya kembali.
Banyak dari kami langsung menghibur April di luar kelas. Beberapa bubuhan cowok pun ikut menghiburnya salah satunya adalah Fuad. Bodohnya Fuad ini, membuat satu insiden lagi yang sekarang kami mengenalnya Peristiwa Pipa Bocor. Fuad dengan temannya yaitu Agus sedang memainkan kayu yang ada di tempat sampah. Mungkin karena mereka terlalu senang memainkan kayu, tidak sengaja kayu tersebut itu mengenai pipa air bersih yang terdapat di depan kelas kami. Langsunglah pipa tersebut pecah. Kami yang tadinya menghibur April malah ikut menambal pipa yang bocor tersebut.
Kami menambal dengan berbagai cara misalnya memakai kain yang tidak di pakai di kelas kami. Ada juga yang memakai botol. Tapi tidak ada satu pun yang berhasil. Lamanya kami menambal, juga malah kami yang kebasahan.
Tidak lama kemudian seseorang turun dari tangga di dekat kelas kami. Ternyata ia adalah Bapak Tony. Kami yang pertama menutup – nutupi insiden pipa bocor akhirnya menyerahkan diri kepada Bapak Tony. Lalu Pak Tony melihat pipa yang bocor itu. Ia hanya melihat sebentar dan berkata kepada kami untuk memanggil Pak Sapuan. Langsunglah beberapa laki – laki langsung kompak mencari seseorang yang sangat di perlukan waktu itu, Pak Sapuan.
Tidak lama kemudian, datanglah mereka dengan Pak Sapuan. Pak Sapuan yang datang waktu itu seperti penyelamat kami. Ia pun langsung menghampiri pipa yang bocor itu dan melihat – lihat sebentar dan berkata “Wah, ini harus di ganti. Nda bisa di tambal”. Mau tidak mau Fuad harus mengganti rugi atas apa yang telah ia lakukan. Ia hanya bisa terdiam dan takut di marahi oleh Pak Sapuan.
Sedangkan pertengkaran April dan Bagus belum selesai. Tiba – tiba datanglah seorang ibu – ibu yang ternyata adalah ibunya April. Ibu yang datangnya penuh dengan emosi itu membawa anaknya, April dan Bagus ke kantor kepala sekolah. Pergilah mereka ke kantor kepala sekolah. Kami tidak tahu apa yang terjadi di kantor itu.
Begitu perginya April dan Bagus ke kantor kepala sekolah, kami melanjutkan kembali tugas kami yang belum selesai – selesai juga. Kelas yang tadinya sempat sunyi karena kedua peristiwa itu kembali ramai seperti tidak terjadi apa – apa sebelumnya. Dan akhirnya beberapa dari kami telah selesai mengerjakan tugasnya.
Tidak lama kemudian, datanglah April dan Bagus tanpa sekata pun. Dari wajahnya Bagus yang agak cemberut sepertinya ia di marahi. Tapi dari kedua pihak kami mendapatkan jawaban bahwa mereka berdua sudah damai. Dan kelas pun kembali ramai. Kami yang tadinya ramai lama kelamaan juga menjadi bosan.
Kami yang jenuh hanya berpikir “Kapan bel pulangnya bunyi lah?”. Lama kami menunggu akhirnya Eliza memberitahukan kami salah satu permainannya. Permainan ini termasuk mainan yang mudah untuk kami dan juga permainan ini melatih konsentrasi anak. Mengapa permainan ini bisa melatih konsentarasi anak? Sebab jika anda kurang berkonsentrasi maka anda bisa terkena pukulan maut dari pemenang permainan ini. Apalagi kalau yang menang misalnya Eliza, Syelynn dan saya, siap – siap saja tangan anda bisa merah – merah pulang ke rumah.
Di tengah permainan kami, akhirnya bel pulang sekolah berbunyi juga di ikuti bunyi sorak anak – anak yang berteriak “Hore!!!” berulang – ulang. Cepat – cepat kami langsung mengemas semua peralatan belajar kami. Saat kami mengemas perlengkapan kami, datanglah ke empat manusia dengan senyum bahagia. Oo ternyata Penta dan kawan – kawan. Pulang dari SMP 4, wajah mereka tambah senang bercampur wajah lelah. Ternyata sepulang dari sana, mereka di beri uang sebesar Rp 75.000,00. “Pantas saja mereka senang” pikir kami. Lalu pulanglah kami tanpa mempedulikan ke-empat manusia bahagia itu. Tetap saja hari itu menjadi salah satu kenangan di kelas 7. (Putri Karina Kelas IX BL1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar