Selasa, 09 Agustus 2011

LEGENDA


LEGENDA KERAMAT
SUNGAI KERBAU

Di sebelah timur kota Samarinda, kurang lebih sepuluh kilometer arah hilir pinggir Sungai Mahakam, terdapat sebuah kuburan yang dianggap keramat oleh penduduk. Kuburan ini terletak di sungai kecil bernama Sungai Kerbau, anak Sungai Mahakam.
Pada hari-hari libur tempat ini dikunjungi banyak orang untuk berekreasi, bernazar, atau membayar kaul hajat mereka. Di sekitar kuburan itu terdapat banyak kera. Menurut cerita, jika kita dikerumuni kera saat bernazar di tempat itu, nazar kita akan terkabul. Konon, beberapa abad yang lalu berdirilah sebuah kerajaan bernama Kutai Kartanegara. Ibu kotanya bernama Tepian Batu yang kemudian berubah menjadi Kutai Lama.
Pada suatu masa, kerajaan ini diperintah seorang raja yang mempunyai cita-cita tinggi dan kemauan besar. Baginda bermaksud menyatukan kerajaan-kerajaan di udik Mahakamagar berada dibawah kekuasaan Kutai Kartanegara. Satu persatu kerajaan itu dapat dikuasai dan disatukan, dari Kutai Martapura, Sri Bangun, Sri Muntai, Tunjung, dan Bahau. Di bawah pemerintahan beliau, Kerajaan Kutai Kartanegara menjadi kaya raya. Selain berasal dari alam yang kaya, kekayaan itu juga berasal dair upeti negara-negara taklukan. Pada suatu ketika, Baginda ingin memperindah kota dan istana. Atas nasihat Pangeran Mangkubumi, beliau mencari ahli pahat abdi dalem keraton Raja Jawa karena mereka sudah biasa mengukir istana.
Raja Jawa berkenan mengirimkan dua orang pemahat ulung, kakak beradik ke Kerajaan Kutai. Karya mereka memang luar biasa indah. Ruang istana diukir dengan gaya perpaduan seni ukir Kutai, seni ukir Bahau, seni ukir Kenyah, seni ukir Tunjung, dan seni ukir Jawa. Konon, dalam waktu singkat, seolah-olah dibantu oleh kekuatan gaib, seluruh pekerjaan selesai dengan baik. Raja terpesona menyaksikan keindahan dan keagungan istananya. Beliau sangat gembira memandang hasil karya kedua pemahat itu. Baginda pun memberikan hadiah yang sangat banyak sebagaitanda penghargaan kepada mereka. Selain itu, mereka diizinkan tinggal dalam lingkungan istana ditengah-tengah keluarga raja. Perhatian dan penghargaan Baginda semakin bertambah karena mereka tahu adat beraja dan tata krama istana.
Sudah menjadi hal biasa bahwa dikalangan pembesar-pembesar istana terjadi persaingan serta perebutan kedudukan dan kekuasaan. Segala keramahan, penghargaan dan pemberian hadiah Baginda kepada kedua pemahat dianggap berlebihan oleh pejabat-pejabat istana. Mereka merasa disaingi dan dinomorduakan oleh Baginda. Timbulah rasa dengki, iri dan benci kepada kedua pemahat itu. Mereka memutuskan akan menyingkirkan keduanya, tetapi tidak ada alasan kuat yang dapat diajukan kepada raja.
Akhirnya, mereka mempunyai pikiran jahat dengan menuduh kedua ahli pahat itu talah melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap dayang-dayang istana. Tuduhan itu sengaja disebarkan meskipun raja belum percaya.
Kemudian, para pejabat istana itu menghadap raja. Selain tuduhan di atas, mereka juga mengatakan jika kedua ahli pahat itu dibiarkan hidup, mereka dapat bekerja untuk raja lain membuat ukiran yang sama indah dengan istana Baginda. Sudah menjadi kebiasaan raja-raja besar bahwa mereka tidak mau disaingi oleh raja-raja lain. Keahlian dan kefasihan lidah para pejabat istana dalam menjelaskan tuduhan, menyebabkan raja terpengaruh dan percaya kepada mereka. Oleh karena itu, raja menjatuhkan hukuman mati kepada kedua ahli pahat. Kali ini Baginda terperdaya pada tipu muslihat para pejabat curang itu.
Hukuman akan dilaksanakan malam harinya. Kedua ahli pahat yang telah berjasa memperindah istana raja ditangkap untuk dibunuh. Akan tetapi, salah seorang ahli pahat itu dapat meloloskan diri dengan jalan ajaib. Ia mempunyai ilmu siluman sehingga dapat meghilang dari padangan mata. Ahli pahat yang lain dibunuh. Konon, ketika hendak menghembuskan napas penghabisan ia berkata, “sepuluh hancur luluh, sebelas jadi alas.”
Menurut tafsiran ahli ramal, maksud kata-kata itu adalah pada pemerintahan raja ke-10, Kutai Kartanegara akan hancur dan pada pemerintahan raja ke-11, ibu kota kerajaan akan menjadi alas atau hutan.Ke nyaannya memang demikian, Kerajaan Kutai Kartanegara hancur diserang perompak dari Filipina Selatan. Kemudian, ibu kota kerajaan menjadi alas. Ibu kota kerajaan, sekarang bernama Kutai Lama, merupakan sebuah kampung kecil.
Mayat ahli pahat yang dibunuh itu dibuang ke sungai. Anehnya, mayat itu timbul dan hanyut ke hulu muara Sungai Kerbau dekat kota Samarinda, bukan menghilir mengikuti arus sungai.  Konon, kuburannya agak jauh dari muara Sungai Kerbau. Kuburannya dikeramatkan orang dan banyak orang menziarahinya.

1 komentar:

  1. Apa yang terjadi pada pemahat yang berhasil kabur dan siapa nama sang raja??

    M. Zhafran Ichsan Maharama
    7 Bl 1

    BalasHapus